Breaking News

Sabun (Saponifikasi)


Sabun

Sabun
Sabun

1.       Pengertian Sabun

Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monofalen dari asam karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion ammonium.
Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun.Saponifikasi pada minyak dilihat dari beberapa perubahan fasa untuk menghilangkan impuriti (zat pengganggu) dan uap air serta dilihat dengan recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi saponifikasi. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin, garam dan impuriti lain.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 – C18
Jika : < C12      : ritasi pada kulit
      > C20         : kurang larut (digunakan sebagai campuran)
Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat.
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.

2.       Jenis – Jenis Sabun

a.         Shaving Cream

Shaving cream disebut juga dengan sabun kalium.Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.

b.        Sabun Cair

Sabun cair dibuat melalui proses safonifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol.

c.         Sabun Kesehatan

Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.

d.        Sabun Chip

Pembuatan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam penggunaan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling/ menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.

e.         Sabun Bubuk untuk Mencuci

Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing.Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

Berdasarkan ion yang dikandungnya, sabun dapat dibedakan atas:

a.         Cationic Sabun

Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Selain digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih, jenis sabun ini juga mengandung sifat antikuman sehingga banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia.

b.        Anionic Sabun

Sabun jenis ini merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif.

c.         Neutral atau Non Ionic Sabun

Nonionic sabun banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring.Karena sabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, maka sabun ini tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah.Non ionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun.

3.       Bahan Baku Pembuatan Sabun

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses safonifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan.Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan diatas, factor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang akan dibuat menjadi sabun terbatas.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Berdasarkan teori yang ada, sabun dapat dibuat dari semua jenis minyak atau lemak (yang diperoleh dari hewan ataupun tumbuhan).Namun produk yang dihasilkan juga sesuai dengan kualitas dari minyak atau lemak tersebut. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih minyak atau lemak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa contoh bahan untuk bahan baku pembuatan sabun:

a.         Tallow (Lemak Hewan)

Tallow merupakan lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan safonifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow.Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil pencampuran Asam Oleat (0-40 %), Palmitat (25-30 %), stearat (15-20 %). Sabun yang berasal dari tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak kelapa dengan perbandingan 80 % tallow dan 20 % minyak kelapa.

b.        Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun.Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra).Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
Minyak kelapa adalah komponen penting dalam pembuatan sabun karena produk sabun yang dihasilkan cukup baik.Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan dileburkan pada suhu 15 oC. Karena harga minyak kelapa cukup mahal, maka minyak kelapa tidak digunakan untuk membuat sabun cuci, kebanyakan sabuk dari minyak kelapa dibuat untuk bahan baku sabun mandi dan kecantikan.

c.         Minyak Sawit (Palm Oil)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100 % minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Oleh karena itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa melalui Pre-Treatment terlebih dahulu.Minyak sawit yang dicampurkan dalam pembuatan sabun sekitar 50 % atau lebih, tergantung pada kegunaan sabun yang diproduksi.

d.        Minyak Inti Sawit (Kernel Oil)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Minyak inti sawit memiliki karekteristik umum, seperti minyak kelapa dan dapat dijadikan sebagai substituen dari minyak kelapa di dalam pembuatan sabun mandi.Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.

e.         Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65 %) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40 %). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

f.          Palm Oil Stearin (Minyak Sawit Stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

g.         Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

h.        Olive Oil (Minyak Zaitun).

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

i.           Castor Oil (Minyak Jarak).

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

j.          Campuran Minyak dan Lemak.

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda.Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

k.        Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses safonifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.   Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
NaOH juga biasanya digunakan untuk membuat sabun cuci, sedangkan KOH digunakan untuk sabun mandi. Alkali yang digunakan harus bebas dari kontaminasi logam berat karena mempengaruhi nama dan struktur sabun serta dapat menurunkan resistansi terhadap oksidasi.
Sedangkan untuk bahan pendukung pada pembuatan sabun digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil safonifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut:
a.         NaCl
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

b.        Bahan aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: builders, fillers inert, anti oksidan, pewarna, dan parfum.

1.    Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan-bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa-senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2.    Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3.    Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditunjukkan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun oranye.
4.    Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain:
1.         Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
2.         Angka Safonifikasi
Angka safonifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam proses safonifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka safonifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam safonifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
3.         Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak.Semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting, yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

4.       Sifat - Sifat Sabun

Sabun memiliki beberapa sifat fisika dan sifat kimia.

a.         Sifat-Sifat Fisika Sabun:

1.    Viskositas
Setelah minyak atau lemak disafonifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75 oC viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tetapi di bawah suhu 75 oC viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat.Viskositas sabun tergantung pada temperatur sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan.
2.    Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 kal/ g.
3.    Densitas
Densitas sabun murni berada pada range 0,96 – 0,99 g

b.         Sifat-Sifat Kimia Sabun

1.    Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O  →  CH3(CH2)16COOH + NaOH
2.    Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4  →  Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
3.    Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Proses penghilangan kotoran.
·      Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih, meresap lebih cepat kepermukaan kain.
·      Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
·      Sedangkan bagian kepala molekul sabun d idalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

5.       Reaksi Dasar Pembuatan Sabun

a.         Safonifikasi

Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu safonifikasi. Lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah:

C3H3(O2CR)3  +  NaOH ®3RCOONa   +  C3H5(OH)3
                   Lemak/ minyak    Alkali             Sabun              Gliserin

Safonifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan panas sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disafonifikasi. Pada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. Rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida.
Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi safonifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.

b.        Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali

Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam lemak melalui proses splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan dari proses safonifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan sabunnya adalah:

(i)  C3H5(O2CR)3    +    3H2O   ®    3RCO2H  +   C3H5(OH)3
Lemak/ Minyak       Air                         Sabun              Gliserida
(ii)  3RCOOH    +   3NaOH    ®    3RCOONa    +   3H2O

Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi agar reaksi hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi safonifikasi akan menghasilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada pada reaktor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.

6.       Proses Pembuatan Sabun

Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus.

1.         Hidrolisa

a.    ProsesBatch
Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor batch ditambahakn NaOH. Lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH tersebut hilang.Setelah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam, kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun murah.
b.       Proses Kontinu
Pada proses kontinu secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan ke dalam reaktor kontinu kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahakna NaOH sehingga terbentuk sabun.

2.         Proses Pembuatan Sabun dalam Skala Laboratorium

a.    Proses Pendidihan Penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu lemak atau miyak dipanaskan di dalam ketel (batch) dengan menambahakan NaOH yang telah  dipanaskan. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 3-4 jam pemanasan.Setelah terbentuk pasta tambahakn NaCl (10 – 12%) maka terbentuklah sabun dan alkali, lalu keduanya dipisahkan dengan menggunakan air panas sehingga dihasilkan produksi utama berupa sabun dan produksi sampingan berupa gliserin.

b.   Proses Semi Pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu lemak atau minyak dan alkali langsung bercampur kemudian dipanaskan secara bersama-sama. Terjadilah reaksi safonifikasi.Setelah reaksi saponifikasi sempurna, maka dapat ditambahkan sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap.

c.    Proses Dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali dan alkohol dibiarkan di dalam suatu tempat tanpa dipanaskan pada temperatur kamar, reaksi antara NaOH dengan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm, sehingga dapat menghasilkan panas dan panas tersebut yang digunakan untuk mereaksikan alkohol dengan minyak, proses dingin memerlukan waktu selama 24 jam dan menghasilkan sabun yag berkualitas tinggi.
Syarat–syarat proses pendinginan adalah:
§   Lemak dan minyak harus murni
§   Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
§   Temperatur harus terkontrol dengan baik
§   Menggunakan minyak kelapa

Proses Komersil Pembuatan Sabun dapat dilihat sebagai berikut:
1.         Direct Saponification
Safonifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional yang digunakan untuk produk si sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui proses kettle boiling batch atau proses kontinu.
a.    Kettle Boiled Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg bahan. Keteldengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak dan minyak, soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel.Untuk menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu tertentu menggunakan steam sparging.

b.    Continuous Saponification Systems
Sebuah inovasi yang relatif baru dalamproduksi sabun, sistem ini telah menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang jauh lebih pendek.Ada beberapa sistem komersial yang tersedia, bahkan walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atauoperasi-operasi tertentu, semua proses safonifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses umum.
Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam pressurized, heated vesselyang biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120oC) dan tekanan (200 kPa) waktu yang digunakan untuk reaksi safonifikasi lebihcepat (<30 menit). Setelah dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer dengan suhu di bawah 100oC.Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana campuran alkali dengan kandungan gliserol (25–30%) dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garamHal ini sering dilakukan dalams ebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung yang terbuka berupa proses mixing atau baffle stagesNeat sabun dimasukkan kebagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atasNeat sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau larutan garam berada dibawah.  Proses pencucian menghilangkan impuritis dan menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir menggunakan sentrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan sabun batang.
Direct Saponification
Direct Saponification
2.        Netralisasi Asam Lemak
Pendekatan lain untuk memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam lemak dengan kaustik. Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana asam lemak diproduksi melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah keuntungan lebih dibanding proses saponifikasi secara umum.
Netralisasi
Tahap pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam lemak dengan kaustik yang sesuai.Reaksi ini berlangsung sangat cepat untuk beberapa kaustik yang banyak digunakan, misalnya, NaOH atau KOH, dan memerlukanperhitungan yang tepat dan pencampuran yang akurat untuk memastikan efektivitas proses.Meskipun relatif mudah, dalam prakteknya, beberapa pertimbangan proses harus ditangani dengan baik. Pertama, perbandingan yang tepat dari asam lemak, kaustik, air, dan garam harus dijaga untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang baik antara minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase campuran neat sabun yang baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari reaksi, temperatur proses harus dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa.
Ada berbagai proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam lemak dipanaskan pada (50– 70oC) dan dicampurkan dengan kaustik-garam-air (25– 30oC).Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system, umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan dengan suhu antara 85oC dan 95oC  kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima untuk memastikan komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan atau dilanjutkan ke proses finishing
Netralisasi Asam Lemak
Netralisasi Asam Lemak
a.    Penetralan
Prinsip dasar proses penetralan adalah lemak atau minyak ditambahakan NaOH sehingga terjadi reaksi safonifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak oleh karena itu perlu dilakukan penetralan yaitu dengan menambahkan Na2CO3.

b.   Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impuritis yang terlarut dalam larutan alkali dan mengcover lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi safonifikasi.Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu:
·      Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.
·      Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.
·      Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya stabil.
·      Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian alkali.
·      Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya larutan alkali yang dikorbankan.
Secara umum proses pencucian sabun yaitu:
§  Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak
§  Proses menghilangkan kotoran dari permukaan
§  Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya atau suspensinya.

c.    Finishing
Finishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun, yang meliputi beberapa tahap, yaitu:

1.         Crutching
Jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher dahulu.Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk.Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses pendinginan.

2.         Framming
Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan disebut framming.Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57 – 62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 – 545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari.Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil.Penambahan zat aditif antioksidan stabilizer dan parfum dilakukan pada saat crutching sebelum framming.

3.         Drying
Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi safonifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30 – 35%. Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air. Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga dapat dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.

7.       Kegunaan Sabun

a.    Sebagian besar kegunaan sabun di dalam kehidupan sehari-hari adalah bahan pencuci. Sedangkan di dalam industri kosmetik sabun memiliki kegunaan tergantung pada komposisi yang terkandung di dalam sabun itu sendiri.
b.    Asam lemak seperti asam stearat atau asam aleat sebagian besar dikonversi menjadi sabun dengan mereaksikannya dengan alkali (NaOH, KOH) maupun dengan alkalominida. Asam lemak banyak digunakan di dalam pembuatan cream cukur, cream wajah, hand body lotion, dan pewarna rambut.
c.    Sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi antara mineral minyak, lemak ester dan air di dalam pembuatan hand and body lotion.
Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu:
1.    Laundry soap yang digunakan untuk sabun cuci.
2.    Toilet soap yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk juga disini medicine soap.
3.    Textile soap yang digunakan pada proses scouring textile, proses degumming sutera, dan lain-lain.
Beberapa hal yang diperlukan dalam kontrol proses pembuatan sabun adalah:
a.    Kontrol minyak atau lemak yang dimasukkan
Kualitas sabun ditentukan oleh komposisi minyak yang dicampurkan dalam pembuatan sabun tersebut. Jika komposisi pencampuran dikontrol secara akurat maka kualitas sabun yang dihasilkan akan baik.
b.    Warna dasar sabun
Warna dasar sabun dapat dikontrol di dalam reflektometer, pengamatan langsung maupun dengan membandingkan sampel yang memiliki warna standar. Pada sabun mandi, warna dasar sabun dapat dikoreksi dengan penambahan Natrium Hidrosulfat pada dosis tertentu dalam prosesfinishingsabun di dalam ketel mendidih.
c.    Alkali bebas dan klorida
Untuk mengontrol alkali bebas dan klorida di dalam sabun biasanya digunakan inhibitor pheoftalein.
d.    Lemak yang tidak tersafonifikasi
Jika prosedur pembuatan sabun sudah benar, maka dapat dihasilkan reaksi safonifikasi yang sempurna dan sangat kecil kemungkinan terjadinya lemak yang tidak tersafonifikasi pada proses batch. Safonifikasi memerlukan waktu yang lebih lama sedangkan pada proses kontinu, waktu safonifikasi lebih pendek dengan menggunakan temperatur dan tekanan yang tinggi, dan minyak dapat tersafonifikasi dengan sempurna.
e.    Gliserol di dalam sabun
Gliserin merupakan komoditas mahal kedua setelah asam lemak.Oleh karena itu perlu dilakukan recovery gliserin.Recovery gliserin dilakukan pencucian terhadap sabun dari gliserol setelah safonifikasi.Gliserin merupakan produk komersial yang merupakan hasil samping dari safonifikasi.

8.       Kelemahan Sabun

Sabun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
a.    Kurang stabil terhadap asam
b.    Kurang stabil terhadap basa
c.    Kurang stabil terhadap logam berat
d.    Kurang stabil terhadap air sadah

5 comments:

  1. bang kondisi operasi pada netralisasi ? itu cuma suhu operasi yg diketahui, tekanan sama kecepatan pengaduk brp bang ? terima kasih

    ReplyDelete
  2. Mau tanya bang bro...kalau saponifikasi sabun tanpa air apakah bisa?maksudnya bisa diganti dengan susu atau apa gitu selain air...thanks jawabannya

    ReplyDelete
  3. Menurut Poetra (2012) kebiasaan merokok di Indonesia diperkirakan dimulai pada awal abad ke-19, dimana warisan budaya luhur bangsa Indonesia ialah rokok kretek. Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, dipadukan dengan cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi ‘kretek’. Sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus, Jawa Tengah.
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    ReplyDelete
  4. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    ReplyDelete
  5. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.pengurangan biaya yang dijalankan
    Harga
    Terjangkau
    Cost saving
    Solusi
    Penawaran spesial


    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management
    OUR SERVICE
    Coagulan
    Flokulan
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Evaporator
    Oli Grease
    Karung
    Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
    Zinc oxide
    Thinner
    Macam 2 lem

    ReplyDelete