Breaking News

Teori tentang Surfaktan


Surfaktan
Surfaktan

Surfaktan

1. Pengertian Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Surfaktan banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, farmasi, eksplorasi minyak bumi dan juga rumah tangga. Surfaktan dapat dihasilkan beraneka produk komersial, seperti bahan baku pembersih berupa detergen dan pelembut pakaian, kosmetika yang meliputi sabun, sampo, perawatan kulit, pasta gigi, bahan pewarna tekstil, pelumas, bahan baku farmasi untuk obat dan pembuatan vaksin, serta aditif bagi bahan bakar minyak.


2.       Klasifikasi Surfaktan dan Jenis – Jenis Surfaktan

Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
·                    Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
·                     Surfaktan yang larut dalam pelarut air
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.
·                     Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:
1.                   Surfaktan anionic
Surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan ini membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari jumlahnya. Sifat hidroliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat ke bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa contoh dari surfaktan anionik adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin atau secondary alkane sulfonat (SAS).
2.                  Surfaktan kationik
Surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
C12H25Cl+ N(CH3)3 →[C12H25N-(CH3)3]+Cl-
3.                  Surfaktan nonionik
Surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Surfaktan sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan aniomik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa turunanpoliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidroksi alkohol. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
Pentaeritritit palmitat : CH3(CH2)14COO-CH2- C(CH2OH)3
Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H
4.                  Surfaktan amfoter
Surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat sulfat (AES).
Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001).
·                     Klasifikasi surfaktan berdasarkan unsur dan gugus fungsi
Pembagian ini disusun khusus untuk keperluan analisis surfaktan, teyapi dapat pula diterapkan untuk untuk meliputi secara praktis semua jenis surfaktan yang ada. Kelas unsur unsur tambahan yang ada (N,S,P,atau logam)
I.A tidak ada
I.B hanya logam
ll.A hanya sulfur
ll.B logam dan sulfur
lll.A nitrogen (dengan atau tanpa halogen,HSO4-,SO42-, H2PO4-,HPO42-, atau PO43-)
lll.B logam dan nitrogen
lV.A sulfur organik dan nitrogen
lV.B nitrogen, sulfur, dan logam
V.A hanya fosfor
V.B fosfor dan logam
V.C nitrogen dan fosfor organik

3       Bahan-bahan Mentah Pembuat Surfaktan

Surfaktan dapat berasal dari surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia. Secara umum, kebanyakan rantai hidrokarbon dalam sebagian besar surfaktan dan lain-lain surfaktan istimewa dihasilkan dari bahan-bahan sebagai berikut:
1.    Lemak dan minyak biasa
Dalam minyak dan lemak, rantai hidrokarbon di bentuk di dalam bahan mentah menjadi trasilgliserol (TAG). TAG yang berasal dari sumber hewan dan tumbuhan ini dipisahkan dan direaksikan secara kimia menjadi bahan penting surfaktan. Minyak kelapa dan minyak inti sawit penghasil rantai C12-C14. Bahan ini terdiri dari berbagai unsur yang akan diubah menjadi surfaktan antara lain:
a.         Asam Lemak
b.         Metil Ester Lemak
c.         Alkohol Lemak
2.    Petroleum
·      Rantai hidrokarbon linear atau n-parafin dapat diekstrak dari fraksi petroleum
·      Kerosen adalah faraksi petroleum yang mengandung hidrokarbon C10-C16
Bahan ini terdiri dari:
a.       N-parafin
  1. Alkil Benzen Linear (LAB)
3.    Etilena
a.       Proses Pemanjangan Etilena Ziegler
b.      Alkohol Ziegler
c.       Alkil Fenol, Deodesil Benzena, dan Isotridesil Alkohol

4       Proses Produksi Surfaktan

4.1    Produksi Surfaktan Alkohol Lemak Sulfat

            Alkohol lemak yang memiliki  panjang rantai C12-C18 memiliki formulasi produk detergen sebab memiliki kualitas deterjen yang bagus, sifat pembasahan dan pembusaan, dan biodegradabilitas. Rantai C12-C14 dikenal dengan nama sodium lauryl sulfat (SLS) yang memiliki pembusaan optimum dan sebagai foaming agent dalam produksi pasta gigi. Sedangkan rantai C12-C14 dan C12-C16 digunakan dalam produksi sampo.
·         Reaksi Kimia
            Alkohol lemak sulfat menetralkan garam sebagai sodium coco alkohol lemak sulfat. Produk ini dihasilkan dengan mereaksikan alkohol lemak dengan sulfur trioksida dan kemudian dinetralisai dengan menggunakan soda kaustik :

RCH2OH     +       SO3               RCH2OSO3H
alkohol lemak         sulfur trioksida               fatty alcohol sulfuric acid

RCH2OSO3H     +       NaOH                RCH2OSO3Na        +       H2O
fatty alcohol sulfuric acid      soda kaustik                     sodium fatty alcohol sulfate              air
           
Tingkatan produk adalah setengah ester asam sulfur dan harus segera dinetralisasi. Produk akhir mengandung sekitar 1.5% sodium sulfat, 1.0-1.5% alkohol nonreaksi, dan 0.5% alkali bebas.Pada proses akhir reaksi pembentukan alkohol lemak sulfat adalah dengan menambahkan gas SO3 sebagai agen sulfasi. Proses ini bukan saja menghasilkan produk murni yang tinggi namun juga sangat ekonomis dan ramah lingkungan.
·         Proses
Hal yang utama dalam proses produksi surfaktan adalah reaktor. Reaktor yang digunakan adalah batch, cascade, atau tipe falling –film. Kebanyakan industri-industri menggunakan reaktor tipe falling –film karena reaksi dapat terkontrol dan lebih efisien. Reaktor Falling-film terdiri dari multitube, monotube, atau annular.
Multi tube film reactor
Multi tube film reactor

Produksi alkohol lemak sulfat atau sulfat lainnya terdiri atas lima tahap, yaitu:
1.                  Proses persiapan udara (Process Air Preparation)
2.                  Sulfur Trioxide Generation
3.                  Sulfasi
4.                  Netaralisasi
5.                  Perawatan gas lemah (exhaust gas treatment)

1. Process Air Preparation
            Proses udara harus benar-benar kering dengan titik embun(dewpoint) sekitar 50 °C. Dengan adanya embun akan terjadi korosif (sebab reaksi ini ditambah gas SO3) dan juga meningkatkan warna produk.
            Udara dialirkan ke dalam kompresor besar untuk sistem pendinginan, di mana suhu yang digunakan sekitar 3-5 °C dan uap-uap di kondensasikan. Selanjutnya udara di dikeluarkan melalui sebuah dehumdifier (pengering udara), seperti silika gel dimana sisa-sisa uap terakhir di tahan/di simpan.
Ballestra’s air drying system
Ballestra’s air drying system

2. Sulfur Trioxide Generation
            Dalam proses ini, sulfur dengan kemurnian yang tinggi (kemurnian 99,5%) di larutkan dalam sebuah tanki dan suhu dijaga sekitar 145-150 °C untuk mempertahankan viskositas minimum dan nilai konstan. Sulfur cair dimasukkan ke dalam sulfur burner (pembakar sulfur) dengan pompa meter khusus dan kemudian dibakar dengan SO2 menggunakan udara kering. Gas SO2 cair (6-7%) meninggalkan burner pada suhu 650 °C dan didinginkan pada suhu 430 °C  sebelum diumpankan ke dalam konverter.
            Katalitik konverter dengan tiga sampai empat katalis vanadium pentoksida mengkonversi SO2 menjdai SO3 dengan efisiensi konversi 98%. Gas SO3 didinginkan di bawah suhu 60 °C, dicairkan hingga 4% volume, dan dikeluarkan melalui mist eliminator untuk memindahkan sisa oleum sebelum diumpankan ke dalam reaktor.
Typical System For Generation SO3 Gas
Typical System For Generation SO3 Gas
3. Sulfasi
            Sulfasi dilakukan di reaktor film multitude untuk mengontrol keakurasian rasio mol antara SO3 dengan umpan organik dalam berbagai pipa. Umpan di masukkan di bagian atas dan mengalir ke bawah di samping pipa. Ketika reaksi berlangsung eksotermis, air dingin pada aliran kontrol dimasukkan ke dalam jaket untuk menjaga temperatur pada 45-50 °C maksimum. Yield reaksi sebesar 97% dapat dicapai. Proses ini ditunjukkan pada gambar reaktor multitube film.
4.  Netralisasi
            Tingkatan produk dari reaktor harus dinetralisasi segera, dengan hidrolisis bisa menghindari pengaruh buruk bagi proses dan kualitas produk. Proses ini akan lebih berhasil jika langkah ini dilakukan duakali terhadap unit netralisasi. Dengan pencampuran multibladed maka dihasilkan campuran yang homogen.
            Perlu diperhatikan bahwa netralisasi akan memelihara sifat-sifat alkali sekecil apapun untuk menjaga kelancaran dan stabilitas proses. Konsentrasi rata-rata zat aktif sebesar 72%  dapat digunakan. Konsentrasi yang terlalu tinggi tidak baik digunakan  karena akan menimbulkan kesulitan dalam proses.  Jika menginginkan sebuah produk kering, maka proses selanjutnya dengan melewati sebuah wiped film evaporator.
Ballestra’s Double Step Neutralization
Ballestra’s Double Step Neutralization
  1. Exhaust gas treatment
Komposisi gas harus di hilangkan dengan meregulasi lingkungan. Gas lemah terdiri dari zat-zat organik sisa, SO3 nonreaksi dan gas SO2. Pertama kedua kotoran dipindahkan dari electrostatic presipitator. Sisa gas SO2 dipindahkan dari reaksi dengan menambahkan soda kaustik yang mengalir dengan arus berlawanan sepanjang scrubbing coloumn. Konsentrasi gas sisa dalam gas lemah SO2 dilepaskan ke dalam atmosfir dengan tekanan maksimum 5 ppm.
Ballestra’s Gas Scrubbing System
Ballestra’s Gas Scrubbing System

 4.2    Sulfonasi metil ester asam lemak

            Salah satu jenis surfaktan yang banyak diperlukan di industri, khususnya industri deterjen adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES).  Keunggulannya dalam menghilangkan sifat kekerasan air menjadikannya lebih baik daripada alkohol lemak sulfat. Dengan memproduksi MES dari minyak sawit maka diharapkan kecenderungan penggunaan bahan baku minyak bumi dapat ditekan. 
Reaksi
Reaksi 
 Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak. Mekanisme reaksi terdiri dari dua tahap. Pada reaksi pertama, gas SO3 bereaksi cepat dengan sulfoanhydride. Langkah kedua (dengan waktu 40-90 menit), sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi yang bereaksi dengan still-unreacted ester.
            Reaksi membutuhkan SO3 excess sebesar 20-30 mol % untuk diinisiasikan. Dengan adanya excess, formasi dari disalt  selama proses netralisasi dapat dihindari. Cara ini dilakukan untuk meminimalisasikan proses esterifikasi kembali setelah langkah kedua.
            Langkah netralisasi ini memiliki kesamaan  dengan langkah netralisasi dalam produksi alkohol lemak sulfat. Karena adanya reaksi awal dan kondisi selama proses sulfonasi, dihasilkan warna gelap pada produk yang dapat dihilangkan dengan proses bleaching. Postreaction treatment dengan H2O2 dan NaOCl menghasilkan sebuah produk dengan warna yang baik.
·         Proses
Proses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama berupa proses saponifikasi CPO dengan larutan NaOH dilanjutkan netralisasi dengan menghasilkan asam lemak. Tahap kedua berupa prosesesterifikasi asam lemak dengan metanol menghasilkan metil ester. Tahap ketiga adalah sulfonasi metil ester dengan asam sulfat menjadi metil ester sulfonat, yang merupakan bahan kimia surfaktan
Proses saponifikasi CPO dilakukan dalam reaktor kapasitas 500 mL yang dilengkapi pengaduk dan alat pengendali suhu. Reaksi dijalankan pada perbandingan pereaksi antara CPO dengan larutan NaOH dibuat tetap stoikhiometrik. Konsentrasi larutan NaOH dibuat bervariasi antara 0,4 N sampai 1N dan suhu reaksi ± 80 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan larutan NaOH encer sekitar 0,5 N atau kurang, nilai konversinya rendah. Penggunaan larutan NaOH yang pekat sekitar 0,95 N atau lebih, campuran bahan pereaksi menggumpal dan konversinya juga rendah. Nilai konversi pada suhu reaksi 60oC atau dibawahnya relatif rendah dibanding dengan konversi pada suhu 70 oC. Konversi saponifikasi mencapai nilai yang tinggi pada pemakaian larutan NaOH sekitar 0,7 N dan suhu reaksi 70 oC. Pada kondisi itu konversi mencapai 80% dalam waktu 150 menit.
Produksi metil ester sulfonat dalam skala industri terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu tahap sulfonasi, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan.

Tahap Sulfonasi
MES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan campuran SO3/udara. Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan organik terjadi di dalam suatu falling film reactor. Gas dan organik mengalir di dalam tube secara co-current dari bagian atas reaktor pada temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur sekitar 30oC. Proses pendinginan dilakukan dengan air pendingin yang berasal dari cooling tower. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi akibat reaksi eksoterm yang berlangsung di dalam reaktor.
Flow Diagram Tahap Sulfonasi
Flow Diagram Tahap Sulfonasi
Agar campuran MESA mencapai waktu yang tepat dalam reaksi sulfonasi yang sempurna, MESA harus dilewatkan kedalam digester yang memilki temperature konstan (~80oC) selama kurang lebih satu jam. Efek samping dari MESA digestion adalah penggelapan warna campuran asam sulfonat secara signifikan. Sementara itu, gas-gas yang meninggalkan reaktor menuju sistem pembersihan gas buangan (waste gas cleaning system).

Tahap Pemucatan (Bleaching)
Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, digested MESA harus diukur didalam sistem kontinu acid bleaching, dimana dicampurkan dengan laju alir metanol yang terkontrol dan hidrogen peroksida sesudahnya. Reaksi bleaching lalu dilanjutkan dengan metanol reflux dan pengontrolan temperatur yang presisi.
Tahap Netralisasi
Acid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil dan mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna antara asam sulfonat dan aliran basa dibutuhkan dalam proses netralisasi untuk mencegah lokalisasi kenaikan pH dan temperatur yang dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis yang berlebih. Neutralizer beroperasi secara kontinu, mempertahankan komposisi dan pH dari pasta secara otomatis.
Flow Diagram Tahap Netralisasi
Flow Diagram Tahap Netralisasi
Tahap Pengeringan
Selanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTubeTM Dryer dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk menghasilkan pasta terkonsentrasi atau produk granula kering MES, dimana produk ini tergantung pada berat molekul MES dan target aplikasi produk. Langkah akhir adalah merumuskan dan menyiapkan produk MES dalam komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-padat atau granula padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.

4.3    Produksi Surfaktan Dari Monoalkil Fosfat

            Monoalkil sulfat dan ester fosfat merupakan suatu tipe khusus fosfat yang merupakan suatu surfaktan anionik . Fungsinya yang  menekan busa digunakan sebagai komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih dan pembuatan kosmetik khusus.
Reaksi:
Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses hidrolisis. Proses ini menghasilkan monoalkil, dialkil, dan triakil fosfat. Cara lain adalah dengan mereaksikan dengan alkohol lemak salah satunya dengan fosfor pentoksida atau asam polifosforik. Dalam proses dihasilkan produk asam alkil fosfat yang siknifikan yang menggunakan  dua unsur fosfat agent.  Dengan menggunakan asam polifosforik dihasilkan ratio yang besar antara monoester : diester daripada dengan menggunakan fosfor pentoksida.
Reaksi
Reaksi
Proses:
Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 °C pada tekanan atmosfir. Temperatur juga bisa digunakan pada 30-80 °C. Temperatur yang rendah akan berakibat pada warna produk. Fosforus pentoksida ditambahkan ke dalam alkohol dengan rasio yang disesuaikan seperti larutan pentoksida dan reaksi terjadi tanpa penggumpalan (lumping). Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif. Reaksi antara alkohol dengan P2O5 berada pada fasa liquid dan eksotermis serta tidak menggunakan katalis. Penambahan sedikit asam hyphosporus atau garamnya akan menghasilkan  warna pucat, yaitu warna stabil pada produk.
                                                         

4.4    Produksi Surfaktan Gliserol Monooleat

Dalam pembuatan surfaktan cair gliserol monooleat skala komersial yang produk atau teknologinya teraplikasi di industri pengguna (industri tekstil) digunakan sistem proses batch. Pembuatan surfaktan gliserol monooleat sistem batch dilakukan dalam skala 500 mL pada kondisi operasi suhu 180 °C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat dengan katalis asam.
Produk surfaktan gliserol monooleat banyak digunakan di industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain sebagai emulsifier. Pengembangan penelitian dari sistem batch menjadi sistem kontinyu dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi yang meliputi ongkos produksi, waktu proses dan kapasitas produk.

4.5    Produksi Surfaktan N-parafin

            Untuk menghasilkan surfaktan, kerosen adalah sumber hidrokarbon yang paling penting. Parafin linear atau normal dapat dipisahkan dari yang bercabang dan siklik menggunakan proses MOLE X atau ISOSIV
            Biasanya 20-25% kerosen mengandung parafin normal denagn panjang rantai C10-C16. Parafin normal disuling dalam pembuatan surfaktan. Bagian hidrokarbon bercabang/siklik atau rafinat dijual sebagai bahan bakar (upgraded  fuel).

4.6    Produksi Surfaktan Alkil Benzen Linear (LAB)

            Alkil benzene linear (linear alkyl benzene, LAB) adalah bahan antara surfaktan terbesar saat ini. Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk merubah kira-kira 12 % parafin menjadi olefin. Kemudian olefin direaksikan dengan benzena menggunakan HF cair sebagai katalis. HF dipisahkan dari campuran organik benzena, paraffin, LAB dan alkilat berat yang tertinggal dipisahkan melalui penyulingan. Proses ini menghasilkan LAB jenis 2-fenil.

4.7    Produksi Surfaktan Dengan Proses Pemanjangan Etilena Ziegler

            Dalam pembuatan surfaktan, etilena digunakan untuk membentuk hidrokarbon berantai panjang. Proses yang digunakan adalah reaksi pemanjangan (growth reaction) untuk menghasilkan rantai hidrokarbon panjangnya C2 ke C20. Rantai hidrokarbon dipanjangkan melalui penambahan unit etilena ke organo-logam seperti trietil alumunium. Unit etilena diselipkan di antara rantai alkil yang memanjang dengan alumunium menjadi triakil alumunium atau produk perpanjangan.

4.8    Produksi Surfaktan Alkohol Ziegler

            Dalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear dihasilkan dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh hidrolisis.

5.       Perbandingan proses-proses produksi surfaktan

a.         Produksi surfaktan alkohol lemak:
·         surfaktan hasil proses ini memiliki kualitas deterjen yang bagus karena memiliki sifat pembasahan dan pembusaan yang optimum (sodium lauryl sulfat (SLS) ) serta adanya sifat biodegradabilitas.
·         Terdiri dari lima tahap proses yaitu: proses persiapan udara (process air preparation), sulfur trioxide generation, sulfasi, netaralisasi, perawatan gas lemah (exhaust gas treatment).
·         Adanya penambahan gas SO3 sebagai agen sulfasi pada proses akhir reaksi pembentukan alkohol lemak sulfat, sehingga menghasilkan produk murni yang tinggi. Namun penambahan gas SO3 menyebabkan terjadi korosi.
·         Pada Process Air Preparation digunakan dewpoint sebesar 50 °C agar udara yang digunakan benar-benar kering.
·         Adanya proses netralisasi menghindari pengaruh buruk bagi proses dan kualitas produk. Proses netralisasi dilakukan sebanyak duakali sehinga dihasilkan campuran larutan yang homogen. Netralisasi akan memelihara sifat-sifat alkali sekecil apapun untuk menjaga kelancaran dan stabilitas proses.
·         Komposisi gas harus di hilangkan dengan meregulasi lingkungan dengan tekanan maksimum 5 ppm.
b.         Produksi surfaktan metil ester sulfat:
·         Surfaktan ini memiliki keunggulan dalam menghilangkan sifat kekerasan air daripada alkohol lemak sulfat. Produksi MES dari minyak kelapa sawit diharapkan dapat menekan kecenderungan penggunaan bahan baku minyak bumi
·         Proses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO dilakukan melalui tiga tahap yaitu: saponifikasi CPO dengan larutan NaOH, proses esterifikasi yang dilanjutkan netralisasi, dan sulfonasi metil ester. Reaktor yang digunakan berkapasitas 500 mL.
·         Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak dimana mekanisme reaksi terdiri dari dua tahap yaitu: pertama, gas SO3 bereaksi cepat dengan sulfoanhydride, kedua, (dengan waktu 40-90 menit), sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi yang bereaksi dengan still-unreacted ester.
·         Langkah netralisasinya memiliki kesamaan  dengan langkah netralisasi dalam produksi alkohol lemak sulfat, namun karena adanya reaksi awal dan kondisi selama proses sulfonasi, maka dihasilkan warna gelap pada produk yang dapat dihilangkan dengan proses bleaching. Adanya proses postreaction treatment dengan H2O2 dan NaOCl menghasilkan sebuah produk dengan warna yang baik.
·         Penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda-beda harus diperhatikan karena memiliki kelemahan masing-masing. Konversi saponifikasi mencapai nilai yang tinggi pada pemakaian larutan NaOH sekitar 0,7 N dan suhu reaksi 70 oC. Pada kondisi itu konversi mencapai 80% dalam waktu 150 menit.
c.         Produksi surfaktan Dari Monoalkil Fosfat
·         Monoalkil sulfat dan ester fosfat yang merupakan suatu surfaktan anionik memiliki fungsi yang dapat menekan busa sehingga digunakan sebagai komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih serta pembuatan kosmetik khusus.
·         Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses hidrolisis atau mereaksikan dengan alkohol lemak, salah satunya dengan fosfor pentoksida atau asam polifosforik
·         Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 °C pada tekanan atmosfir. Temperatur yang rendah akan berakibat pada warna produk.
·         Reaksi terjadi tanpa penggumpalan (lumping). Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif. Reaksi antara alkohol dengan P2O5 berada pada fasa liquid dan eksotermis serta tidak menggunakan katalis.
·         Menghasilkan  warna pucat, yaitu warna stabil pada produk.
d.         Produksi surfaktan gliserol monooleat:
·         Surfaktan ini digunakan pada industri tekstil, kosmetik, dan juga sebagai emulsifier.
·         Proses menggunakan sistem proses batch yang dilakukan dalam skala 500 mL pada kondisi operasi suhu 180 °C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat dengan katalis asam.
e.         Produksi surfaktan N-parafin:
·         Menggunakan proses MOLE X atau ISOSIV
·         Biasanya 20-25% kerosen mengandung parafin normal denagn panjang rantai C10-C16. dan parafin normal disuling dalam pembuatan surfaktan.
f.          Produksi surfaktan Alkil Benzen Linear (LAB):
·         Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk merubah kira-kira 12 % parafin menjadi olefin
·         Proses ini menghasilkan LAB jenis 2-fenil.
g.         Produksi surfaktan dengan Proses Pemanjangan Etilena Ziegler:
·         Proses yang digunakan adalah reaksi pemanjangan (growth reaction) untuk menghasilkan rantai hidrokarbon panjangnya C2 ke C20 melalui penambahan unit etilena ke organo-logam seperti trietil alumunium
·         Unit etilena diselipkan di antara rantai alkil yang memanjang dengan alumunium menjadi triakil alumunium atau produk perpanjangan
h.         Produksi surfaktan Alkohol Ziegler
·         Dalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear dihasilkan dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh hidrolisis.
Meningkatnya harga minyak dunia yang sangat dirasakan akibatnya bagi perekonomian masyarakat juga akan meningkatkan harga komoditi turunan minyak bumi, termasuk surfaktan. Oleh karena itu pengembangan produk turunan minyak nabati, yaitu kelapa sawit, sebagai bahan baku surfaktan merupakan langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan negara dan masyarakat karena tingginya ketergantungan terhadap minyak bumi.
Dilihat dari kinerja, baik surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia adalah bersifat komplementer. Sifat fisiko-kimia dalam setiap surfaktan menyebabkan keduanya tidak bisa saling mensubstitusi secara penuh. Linear Alkylbenzene Sulfonat (LAS) yang merupakan surfaktan petrokimia memiliki kinerja yang jauh lebih efektif sebagai zat pembersih bila dalam bentuk bubuk. Sementara, surfaktan oleokimia memiliki kinerja yang jauh lebih efektif sebagai zat pembersih bila dalam bentuk cair.
            LAS sangat efektif di berbagai kondisi air, baik air dengan kadar logam (hardness) tinggi maupun rendah. Sementara surfaktan oleokimia tidak begitu efektif kinerjanya dalam membersihkan larutan berkadar logam tinggi. Dengan kata lain, unsur kimia dalam surfaktan oleokimia tidak efektif mengendapkan zat logam kecuali kotoran yang mengandung protein dan lemak.
            Dari segi bisnis, pembuatan surfaktan LAS tidaklah serumit dan sekompleks pembuatan surfaktan lainnya yang lebih banyak tahapan produksinya. LAS dibuat dari alkilasi benzene yang merupakan turunan kedua dari minyak mentah setelah naptha. Oleh karena itu, sebagai salah satu negara produsen alkyl benzene terkemuka di dunia, Indonesia memiliki nilai tambah dalam hal harga domestik yang jauh lebih murah dari pasaran dunia.
 Walaupun surfaktan alkohol etoksilat bisa diproduksi dari petrokimia, rute  produksi dari oleokimia jauh lebih singkat dan lebih pendek. Penurunan harga ekspor surfaktan alcohol ethoxylate asal Indonesia bisa berasal dari adanya peningkatan efisiensi  produksi dan peningkatan produktivitas. Di sisi lain, kala itu  produksi tallow dunia (produk substitut oleokimia dari kelapa sawit) yang meningkat tajam seiring merebaknya wabah mad cow disease di benua Eropa dan Amerika. Sifatnya yang lebih ramah lingkungan ditunjang dengan luasnya aplikasi surfaktan oleokimia menyebabkan produsen kelapa sawit di Indonesia berlomba-lomba melakukan ekspansi ke industri oleokimia yang merupakan industri hilir dari industri minyak kelapa sawit. Beberapa produsen deterjen tingkat dunia menyikapi hal ini dengan dua gambaran yang saling membayangi dalam beberapa tahun mendatang, yakni melonjaknya harga oleokimia dan oversupply.

6.       Cara Kerja Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Muka Cairan

Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk kedalamlarutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang non polar sehinggasurfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yangseharusnya tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi darikomposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian hidrofobiknya maka ia akan melarutdalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai surfaktan.Bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaanhidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat, ammonium kuartener,hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida.Biasanya, perbandingan bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebutkeseimbangan Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan.
2.7              Aplikasi Surfaktan
Jenis surfaktan yang biasanya digunakan pada produk-produk kosmetika dan pangan adalah lemak/asam lemak yang berasal dari minyak kelapa, dan saat ini seluruhnya diimpor dari negara lain. Surfaktan alkanolamida yang berasal dari minyak kelapa contohnya coconut dietanolamida. Coconut dietanolamida dimanfaatkan sebagai penstabil busa, bahan pendispersi, dan viscosity builder pada produk-produk toiletries dan pembersih seperti shampo, emulsifier, bubble bath, detergen bubuk dan cair, stabilizer skin conditioner dan sebagainya. Bahkan, aplikasi surfaktan sangat luas, tak terbatas dalam industri pembersih tapi juga pada industri cat, pangan, polimer, tekstil, dan lain-lain.

·      Sampo
Dalam sampo modern, sabun telah diganti dengan bahan aktif yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air.
Berdasarkan muatan kepalanya, surfaktan dibagi atas surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan akan berbusa dengan baik di segala jenis air dan akan dapat dibilas dengan mudah dan sempurna. Sebagian besar sampo kini dalam kemasan 2 in 1, bahan pembersih sekaligus conditioner. Bahan pembersihnya akan membersihkan rambut dan kulit kepala, sementara conditioner-nya akan membuat rambut lebih mudah disisir ketika basah dan akan membuat rambut ketika kering lebih tampak "berisi (seolah lebih besar volumenya)" tanpa tampak beterbangan.
Seperti telah disinggung di atas, kandungan sampo 2 in 1 utamanya adalah bahan pembersih dan conditioner. Lebih lengkapnya, kandungan sampo yang beredar di pasar kini umumnya adalah, pertama, bahan pembersih, umumnya berupa sistem surfaktan. Kadang selain surfaktan, ditambahkan pula sedikit booster busa untuk mengubah sifat busa yang dihasilkan surfaktan. Bahan surfaktan yang umum digunakan adalah surfaktan anionik, seperti natrium lauril eter sulfat (juga sering disebut natrium lauret sulfat), natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Kedua, bahan conditioner, biasanya digunakan bahan berupa surfaktan kationik, seperti olealkonium klorida, distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.
Ketiga, bahan aditif fungsional, termasuk di dalamnya bahan yang dapat mengontrol viskositas sampo. Dapat dibayangkan apabila sampo terlalu encer, sampo akan sukar dipakai, demikian pula jika sampo, misalnya, sekental pasta gigi. Bahan yang umum digunakan adalah surfaktan amfoterik, seperti kokamidopropil betain atau kokamidopropil hidroksisultain. Aditif lain adalah pengontrol pH, agar sampo mempunyai pH antara 3,5 dan 4,5. Keempat, pengawet. Sampo tanpa pengawet akan merupakan tempat ideal bagi berkembangnya berbagai jenis bakteri. Hal ini akan membuat produknya cepat rusak dan dapat membahayakan kesehatan. Pengawet yang umum digunakan adalah natrium benzoat, paraben, tetranatrium EDTA.
Kelima, bahan aditif estetik, termasuk di dalamnya pewarna, parfum yang membuat sampo enak dipakai. Keenam, bahan-bahan aktif medis, misalnya beberapa sampo mengandung seng piritionin yang dapat mengobati ketombe, atau pantenol yang penting untuk pertumbuhan rambut dan yang meningkatkan kelembaban rambut.
Ketika pertama kali ditemukan pada tahun 1986, sampo 2 in 1 menjadi topik perdebatan yang sengit di kalangan ilmuwan. Pasalnya, kimiawan sebelum tahun 1980-an percaya penuh bahwa tidak mungkin mencampurkan bahan pembersih dan conditioner, seperti disebut di atas pembersihnya adalah surfaktan anionik, sedangkan conditoner-nya adalah surfaktan kationik. Namun, beberapa orang, terutama di perusahaan Procter & Gamble, berhasil melakukannya dengan menambahkan bahan khusus, yakni suatu senyawa karbon dari silikon (yakni silicone, sejenis yang dipakai dalam kosmetik dan jangan dikacaukan dengan unsur silikon).
Bahan kondisioner yang bermuatan positif akan tertarik ke rambut yang bermuatan negatif (mengenai rambut yang bermuatan listrik tentu sudah kita kenal, inilah yang menyebabkan mengapa sisir plastik pun dapat diberi muatan apabila digunakan untuk menyisir rambut kering). Akibatnya, rambut akan menjadi netral sehingga tolak-menolak antarhelai rambut akan berkurang, dan kesan beterbangan pun berkurang.
·      Surfaktan Pengusir Kuman dan Racun
Beberapa pestisida bersifat lipofil dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karenanya, diperlukan usaha untuk menghilangkan pestisida yang terdapat pada produk pertanian seperti sayur dan buah yang akan kita santap. Mengingat sifatnya yang lipofil, maka pencucian menggunakan air saja tidaklah cukup.Nah, di sinilah diperlukan surfaktan untuk meningkatkan daya bersih air, terhadap makanan yang akan kita masak. Apa itu surfaktan dan bagaimana kerjanya untuk melenyapkan residu pestisida pada produk pertanian yang biasa dimasak ibu di dapur?
Surfaktan merupakan singkatan dari surface active agents, bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair), sehingga mempermudah penyebaran dan pemerataan.Dimana surfaktan adalah senyawa kimia, yang dalam molekulnya memiliki dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air yakni ujung yang biasa disebut kepala (hidrofil), sifatnya `suka` air dan ujung yang disebut ekor (lipofil), sifatnya tidak `suka` air. Dalam proses pencucian menggunakan air, bagian hidrofil akan berinteraksi dengan air, sedangkan bagian lipofil akan berinteraksi dengan kontaminan seperti pestisida. Dengan demikian, surfaktan bertindak sebagai jembatan dan dengan sendirinya akan meningkatkan efektivitas pencucian pestisida menggunakan air.
Surfaktan dalam kehidupan kita sehari-hari terdapat pada sabun, yang berupa garam natrium (Na) dari asam lemak yaitu asam stearat, asam palmitat, dan asam oleat. Umumnya, surfaktan digunakan sebagai bahan pembersih. Hal ini, karena surfaktan lebih ramah lingkungan.
·      Detergen
Detergen adalah salah satu senyawa yang memudahkan proses pembersihan. Istilah detergen, kini dipakai untuk membedakan antara sabun dengan surfaktan jenis lainnya.Produk yang disebut detejen ini merupakan pembersih yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Detergen pun mengandung bahan surfaktan. Pada detergen, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida atau pembunuh bakteri. Bahan aktif ini berfungsi sama, yaitu menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan, termasuk racun pestisida yang menempel pada sayur dan buah.Kemampuan detergen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada tangan, kain, dan bahan lain mengurangi keberadaan kuman dan bakteri, yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pakai kain, karpet, alat rumah tangga, dan peralatan rumah lainnya sudah tidak diragukan lagi.
·      Kosmetik
Pada kosmetik dan personal care, surfaktan juga memiliki syarat-syarat. Syarat – syaratnya sebagai surfaktan :
  1. Anti alergi
  2. Anti iritasi
  3. Bau dan warna berlebihan tidak anjurkan
  4. Reaksi yang merugikan diminimalkan
  5. Bebas dari kotoran dan tidak toksik
Untuk meminimalkan risiko medis, pembuat kosmetik cenderung menggunakan surfaktan polimer. 

4 comments:

  1. Tulisan anda sangat menarik.
    Apakah saya bisa minta pustaka yang anda gunakan untuk menulis tulisan ini?

    ReplyDelete
  2. Artikelnya bagus jadi surfaktan untuk perekat pestisida agar tidak tercuci air hujan yang manaya

    ReplyDelete
  3. diagram alirnya kalo boleh tau berdasarkan perusahaan mana?

    ReplyDelete
  4. Nice articles and your information valuable and good articles thank for the sharing information wiped film evaporator

    ReplyDelete