Pengenalan Detergen
Detergen |
Sejarah Deterjen
Deterjen pertama kali dikembangkan oleh ilmuwan Jerman yaitu Fritz Gunther pada waktu Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan dalam keperluan lainnya. Fritz Gunther menemukan surfaktan sebagai bahan tambahan pembuat sabun. Namun, baru tahun 1933 detergen untuk rumah tangga untuk pertama kalinya diluncurkan di AS. Kelebihan detergen yaitu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Pada tahun 1950-an dibuatlah detergen dengan pemutih oksigen.Pada tahun 1990-an, industri kembali menghadirkan sabun pencuci baru berupa cairan yang mampu bekerja dua kali lipat lebih efektif saat mencuci pakaian. Sebelum tahun 1965, detergen generasi awal muncul menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) ysng mampu menghasilkan busa. Dikarenakan sifat ABS yang sulit diurai oleh mikroorganisme dipermukaan tanah, menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan Linear Alkalybenzene Sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat lebih cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa (Parasuram, 1995)
LAS saat ini banyak digunakan sebagai surfaktan anionik yang sangat komersial. Akan tetapi, walaupun surfaktan LAS dapat dibiodegradasi oleh lingkungan, sifat bidegradablenya membutuhkan waktu yang lama untuk menguraikan. Oleh karena itu, pada saat ini telah mulai diperkenalkan Metil Ester Sulfonat (MES). Dimana MES lebih mudah terdegradasi dibandingkan LAS.
MES menunjukkan karakteristik yang baik, diantaranya mudah terdegradasi dan memiliki sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi.
Jenis-jenis Deterjen
1. Berdasarkan bentuk fisiknya
a. Deterjen CairSecara umum, deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Hal yang membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan di laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang canggih.
b. Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasnaya tidaka dijual dalam partai kecil, tetapi dijual dalam partai besar (kemasan 25 kg).
c. Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-masing produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang keunggulan produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai contoh ada sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan produk deterjen dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan tersebut.
2. Berdasarkan keadaan butirannya
a. Deterjen bubuk beronggaDeterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan.
Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga mempunyai kelemahan.
Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga), baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang dipasarkan ke konsumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.
b. Deterjen bubuk padat/massif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS).
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
3. Berdasarkan Ion Yang Dikandungnya
a. Cationic detergentsCationic detergents adalah Deterjen yang memiliki kutub positif disebut. selain sebagai bahan pencuci yang bersih, deterjen ini juga mengandung sifat antikuman yang sehingga banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
b. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.
c. Non-Ionic Detergents
Nonionic detergents banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.
4. Berdasarkan kemudahan untuk terurai
a. Detergen keras
Detergen jenis ini sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air. Contoh : detergen yang terbuat dari bahan Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
b. Detergen lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contoh: deterjen yang terbuat dari Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat (LAS).
Komposisi dalam Deterjen
1. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan (Hui, 1996).Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. Adapun surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah sebagai berikut :
a. LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonat)
Linear Alkyl Benzene Sulfonat (LABS) telah banyak digunakan sebagai pengganti DOBS rantai cabang dalam bahan pembuatan deterjen, karena LABS jauh lebih mudah terurai. LABS berupa pasta Kental warna kekuningan dan bersifat Larut dalam air. LABS dibuat dari bahan kimia dengan langkah sebagai berikut :
• Mengekstrak n-parafin dari minyak tanah hasil dari kilang minyak bumi. Jumlah n-parafin yang digunakan berkisar 20%-25 %.
• Melakukan proses dehidrogenasi terhadap ikatan rangkap n-parafin hingga membentuk mono olefin linier. Kemudian mono olefin alkilasi dengan benzen dan katalis asam fluorida atau aluminium klorida hingga menghasilkan Linear Alkyl Benzene (LAB). Kemudian Linear alkylbenzene disulfonasi untuk menghasilkan alkylbenzene sulfonat linear (LABS).
b. SLS (Sodium Lauryl Sulfonat)
SLS merupakan senyawa organik yang bersifat amphiphilic, yaitu mengandung kedua hidrofobik kelompok (ekor) dan hidrofilik kelompok (kepala). Oleh karena itu, molekul SLS berisi air larut (atau komponen minyak larut) dan komponen larut air.
Produksi dari SLS dimulai dengan pemanasan minyak kelapa dalam air dengan natrium hidroksida sehingga mengubah minyak kelapa menjadi asam lemak (asam laurat dan gliserin). Asam lemak tersebut diubah menjadi alkohol lemak dengan proses hidrogenasi. alkohol lemak (lauril alkohol) merupakan bahan lilin pelembab yang sangat baik. Lauril alkohol kemudian diubah menjadi lauril sulfat melalui proses sulfonasi. Langkah terakhir, lauril sulfat direaksikan dengan natrium hidroksida hingga menghasilkan natrium lauril sulfat (Parasuram, 1995)
c. AOS (Alpha Olefin Sulphonate)
Surfaktan ini memiliki kompatibilitas tinggi dengan air keras, dan baik sifat pembasahan dan berbusa. AOS bebas dari iritasi kulit dan sensitizer, dan biodegrades cepat.
d. Lauryl mono-ethanolamide
Lauril mono-ethanamide digunakan sebagai penghasil busa (booster) atau stabilizer dalam formulasi deterjen. asam laurat digabungkan dengan mono-etanolamin untuk menghasilkan lauryl mono-ethanolamide.
e. STS (Sodium toluene sulphonate)
STS merupakan hydrotope yang bertindak sebagai pengubah viskositas dan solubiliser. bila digunakan dalam bubur deterjen, bubuk yang dihasilkan maka memberikan sifat bebas mengalir. Urea (NH2 – CO – NH2) adalah contoh dari solubiliser, yang berarti zat yang dapat menurunkan suhu di mana produk-produk deterjen cair dipisahkan pada pendinginan (menurunkan titik awan).
f. Alkyl di-methyl ammonium oxide
Surfaktan ini digunakan dalam deterjen cair sebagai penghasil busa (booster), pengubah viskositas, dan agen pelindung kulit. Senyawa ini dibuat dengan cara mereaksikan amina tersier dengan hidrogen peroksida untuk menghasilkan lauryl dimethyl ammonium oxide.
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^