Metil Ester
Metil Ester
Biodiesel |
1. Pengertian Metil Ester
Metil ester terbentuk dari proses methanolysis minyak atau lemak menggunakan esterifikasi atau transesterifikasi dengan katalis basa atau asam dan metanol.
Metil ester
dapat diperoleh dari hasil pengolahan bermacam-macam minyak nabati, misalnya di
Jerman diperoleh dari minyak rapessed,
di Eropa diperoleh dari minyak biji bunga matahari dan minyak rapessed, di Prancis dan Itali diperoleh
dari minyak biji bunga matahari, di Amerika Serikat dan Brazil diperoleh dari
minyak kedelai, di Malaysia diperoleh dari minyak kelapa sawit, dan di
Indonesia diperoleh dari minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar, minyak
kelapa, dan minyak kedelai . Selain minyak-minyak tersebut, minyak safflower, minyak linsedd, dan minyak zaitun juga dapat digunakan dalam pembuatan
senyawa metil ester. Pada pengolahan minyak nabati di atas juga di hasilkan
gliserol sebagai hasil sampingnya.
Metil ester
merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel atau emolien dalam produk kosmetika, sedangkan gliserol dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai aplikasi industri seperti kosmetika, sabun,
dan farmasi. Gliserol yang diperoleh sebagai hasil samping pengolahan minyak
nabati ini bukanlah gliserol murni, melainkan gliserol mentah (crude glycerol), biasanya memiliki
kemurnian kira-kira 95%.
Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan (renewable) selain bahan bakar diesel
dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang
dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil),
minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih
dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk
cair ini.
Teknologi biodiesel memiliki
beberapa kelebihan sebagai berikut:
- Mengurangi impor ADO (automotive diesel oil)
- Menguatkan security of supply bahan bakar
diesel yang independent dalam negeri,
- Kemungkinan yang tinggi dapat
diekspor
- Meningkatkan kesempatan kerja
orang Indonesia di dalam negeri
- Mengurangi ketimpangan
pendapatan antar individu - antar daerah
- Meningkatkan kemampuan
teknologi pertanian dan industri proses di dalam negeri
- Mengurangi pemanasan global
dan pencemaran udara dengan bahan bakar ramah lingkungan
- Meningkatkan produksi barang
modal
- Memperbesar basis sumber daya
bahan bakar cair
Biodiesel
bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi
dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa
sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir
tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa,
memiliki angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa, asap buangan
biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga
emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah
akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga lebih jauh lagi mengurangi
efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero CO2 emission.
Perbandingan sifat fisika dan kimia antara solar dan biodiesel bisa dilihat
pada tabel 2.1.
Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar |
Metil ester
juga bisa di hasilkan dari minyak jelantah.
Minyak jelantah merupakan minyak nabati yang telah mengalami degradasi
kimia. Minyak ini dapat didaur ulang menjadi metil ester dengan reaksi
transesterifikasi, sehingga minyak jelantah yang sebelumnya merupakan limbah
yang berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan dapat menjadi suatu produk
yang mempunyai nilai ekonomis dan juga dapat mengurangi jumlah limbah minyak
jelantah yang ada. Keuntungan penggunaan minyak jelantah dalam pembuatan metil
ester adalah dapat direduksinya biaya operasional, karena harga minyak jelantah
pasti lebih murah daripada minyak bersih
atau minyak baru. Kekurangannya adalah komposisi asam lemak yang terkandung di
dalam minyak dapat berubah akibat pemanasan dan terikat dengan bahan makanan
yang digunakan pada proses penggorengan.
Metil ester
banyak dikembangkan menjadi produk-produk lain karena beberapa hal, diantaranya
:
1. Konsumsi energi pada proses produksi yang
kecil.
2. Ekonomis ( peralatan produksi murah karna
tidak korosif ).
3. Proses pemisahan Mudah.
4. Konsentrsi gliserin yang tinggi.
5. Transportasi dan distribusi mudah.
6. Dapat digunakan sebagai produk intermediet
pada banyak aplikasi.
7. Produk
dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan
emisi yang jauh lebih baik (Free sulfur,
smoke number rendah).
2. Produksi Metil Ester
Produksi metil ester dapat dilakukan
melalui transesterifikasi minyak lemak dengan methanol ataupun dengan
esterifikasi langsung asam lemak hasil
hidrolisis minyak dengan methanol. Namun, tranesterifikasi lebih intensif
digunakan atau dikembangkan saat ini. Karna proses ini lebih efisien dan ekonomis
(Hui, 1996).
Saat ini pengembangan produk biodiesel
lebih diarahkan pada bentuk metil ester. Dalam bentuk metil ester maka berat
molekul, titik beku, titik didih, dan viskositas minyak akan menjadi lebih
rendah. Di samping itu senyawa gliserol yang merupakan produk samping hasil
degradasi minyak tumbuhan dapat dipisahkan pada proses pembuatan biodiesel,
sehingga dapat mengurangi terbentuknya deposit pada mesin. Pada dasarnya ada
dua reaksi pembuatan metil ester, yaitu dengan reaksi esterifikasi dan dengan
transesterifikasi.
2.1 Esterifikasi
Reaksi Esterifikasi |
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam
dengan alkohol dengan bantuan katalis berupa asam (biasanya asam sulfur).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi asam dengan alkohol dengan mengguakan
katalis untuk membentuk ester.
Ada dua metoda umum yang digunakan pada
proses esterifikasi pada pembuatan metil ester yaitu proses batch dan proses kontinu. Proses batch biasanya dilakukan pada tekanan
rendah dngan temperatur antara 200-250 oC. Pada saat reaksi berada pada
keadaan setimbang, air akan hilang dan akan dihasilkan yield ester dengan konversi yang tinggi. Proses esterifikasi kontinu lebih efektif
dari pada proses batch. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan pada proses
kontinu lebih cepat daripada proses batch. Esterifikasi adalah metoda yang
dipilih untuk memproduksi ester dari asam lemak tertentu.
Esterifikasi proses kontinu lebih baik
daripada proses batch. Dengan hasil
yang sama, proses kontinu membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan kelebihan
metanol yang lebih rendah. Proses esterifikasi merupakan proses yang cenderung
digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik. Laju reaksi
esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan radikal yang
terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta mekanismenya
disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan
reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan. Secara umum laju reaksi
esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
- Alkohol primer bereaksi paling
cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat alkohol tersier
- Ikatan rangkap memperlambat
reaksi
- Asam aromatik (benzoat dan
p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tinggi
- Makin panjang rantai alkohol,
cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu berpengaruh terhadap laju
reaksi.
Sistem pemroses yang dirancang untuk
menyelesaikan reaksi esterifikasi dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai
100%. Oleh karena itu reaksi esterifi kasi merupakan kesetimbangan, maka
konversi sempurna tidak mungkin tercapai, dan sesuai informasi yang ada
konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%. Nilai konversi yang tinggi dapat
dicapai dengan ekses reaktan yang besar.
Proses esterifikasi secara umum harus
diketahui untuk dapat mendorong konvesi sebesar mungkin. Secara umum ada tiga
golongan proses, dan penggolongan ini bergantung kepada volatilitas ester.
Golongan 1. Dengan
ester yang sangat mudah menguap, seperti metil format, metil asetat, dan etil
format, titik didih ester lebih rendah daripada alkohol, oleh karena itu ester
segera dapat dihilangkan dari campuran reaksi. Produksi metil asetat dengan
metode distilasi Bachaus merupakan sebuah contoh dari golongan ini. Metanol dan
asam asetat diumpankan ke dalam kolom distilasi dan ester segera dipisahkan
sebagai campuran uap dengan metanol dari bagian atas kolom. Air terakumulasi di
dasar tangki dan selanjutnya dibuang. Ester dan alkohol dipisahkan lebih lanjut
dalam kolom distilasi yang kedua.
Golongan 2. Ester
dengan kemampuan menguap sebaiknya dipisahkan dengan cara menghilangkan air yang terbentuk secara
distilasi. Dalam beberapa hal, campuran terner dari alkohol, air dan ester
dapat terbentuk. Kelompok ini layak
untuk dipisahkan lebih lanjut: dengan
etil asetat , semua bagian ester dipindahkan sebagai campuran uap dengan alkohol dan sebagian air,
sedangkan sisa air akan terakumulasi dalam sistem. Dengan butil asetat, semua
bagian air dipindahkan ke bagian atas dengan sedikit bagian dari ester dan
alkohol, sedangkan sisa ester terakumulasi dalam sistem.
Golongan 3. Dengan
ester yang mempunyai volatilitas rendah, beberapa kemungkinan timbul. Dalam hal
butil dan amil alkohol, air dipisahkan sebagai campuran biner dengan alkohol.
Contoh proses untuk tipe seperti ini adalah pembuatan dibutil ftalat. Untuk
menghasilkan ester dari alkohol yang lebih pendek (metil, etil, propil)
dibutuhkan penambahan hidrokarbon seperti benzena dan toluene untuk memperbesar
air yang terdistilasi.dengan alkohol bertitik didih tinggi (benzil, furfuril,
b-feniletil) suatu cairan tambahan selalu diperlukan untuk menghilangkan
kandungan air dari campuran.
Flowsheet Esterifikasi |
2.2 Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi
dengan mengganti gugus alkohol ester dengan gugus alkohol lainnya. Prosesnya
sama seperti proses hidrolisis, tetapi menggunakan alkohol, atau disebut juga
reaksi alkoholisis. Reaksinya adalah sebagai berikut :
RCOOR’ + R’OH <====> RCOOR” + R’OH
Ester Alkohol Ester Alkohol
Pada reaksi ini terbentuk ester yang baru.
Penggunaan katalis basa dengan Sodium metilate lebih efektif, tapi Sodium
hidroksida juga bisa digunakan. Transesterifikasi merupakan reaksi
kesetimbangan. Agar reaksi bergerak ke kanan, maka harus digunakan alkohol
berlebih atau menggunakan salah satu produk dari campuran reaksi. Pilihan kedua
ini dilakukan jika memungkinkan.
Transesterifikasi adalah istilah umum. Jika
menggunakan metanol, istilahnya menjadi metanolisis. Metanol lebih banyak
digunakan karena harganya murah, tapi dapat juga mengguanakan alkohol lainnya.
Reaksi dengan minyak dan lemak dan metanol adalah sebagai berikut :
RCOOCH2 CH2OH
RCOOCH2
CH2OH
Minyak /
Lemak Metanol Metil Ester Gliserin
Reaksi di atas merupakan reaksi keseluruhan
dan biasanya ada beberapa reaksi seri, yaitu reaksi trigliserida menjadi digliserida
menjadi monogliserida dan membentuk 1 mol metil ester pada tiap reaksi.
Stoikiometri reaksi membutuhkan 3 mol
methanol untuk tiap mol trigliserida. Laju konversi akan tinggi jika
menggunakan methanol berlebih. Katalis yang digunakan adalah katalis basa. Yang
digunakan biasanya adalah Sodium metilate, KOH dan NaOH.
Laju konversi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi, akan tetapi dengan waktu yang cukup, reaksi juga dapat berlangsung pada suhu kamar. Umumnya reaksi berlangsung dekat pada titik didih methanol. Impuritis jika menggunakan minyak juga berdampak pada laju konversi. Pada kondisi yang sama, penggunaan minyak tumbuhan dapat menghasilkan konversi 67% - 84%.
Flowsheet Transesterifikasi |
Proses Transesterifikasi minyak dan lemak
merupakan proses yang paling banyak digunakan dalam pembuatan metil ester.
Karna dapat dilakukan pada kondisi atmosferis pada suhu 60-70°C. CPO merupakan
salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi Metil ester.
Proses pembuatan metil ester dengan CPO dilangsungkan dalam beberapa tahapan
proses. Tahap ini dimulai dari tahap penyimpanan bahan baku, reaksi
transesterifikasi, pencucian ester serta recovery
methanol dan pemurnian gliserol. Transesterifikasi dilakukan antara
minyak yang terdiri dari molekul-molekul trigliserida dengan metanol, yang
reaksinya sebagai berikut.
Katalis
dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut
terkonsumsi. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi ini adalah natrium
hidroksida atau kalium hidroksida dimana senyawa ini dapat langsung dicampur
dengan methanol.
Produk samping pada proses ini berupa
gliserol. Gliserol yang dihasilkan mengandung katalis yang tidak terpakai dan
sabun. Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam membentuk
garam dan dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor. Gliserol yang
diperoleh biasanya memiliki kemurnian sekitar 80-88% dan dapat dijual sebagai
gliserol kotor.
Secara umum, pengembangan proses Metil ester
termasuk teknologi menengah bahkan bisa dikatakan cukup sederhana, tidak
memerlukan unit-unit operasi dengan tingkat kerumitan maupun resiko yang
tinggi.Reaktor berpengaduk adalah unit utama dalam pembuatan metil ester
disamping unit penting lainnya berupa unit-unit pemisahan dan pemurnian. Bahkan
pembuatannya dimungkinkan dilakukan dengan skala rumah tangga atau skala kecil.
Metil ester dibuat dengan mereaksikan Crude
Palm Oil (CPO) dengan methanol atau etanol melalui reaksi esterifikasi
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis menjadi senyawa Ester
dengan produk samping gliserin. Proses transesterifikasi terbagi atas :
a. Proses Transesterifikasi dengan
katalais Alkalin
Bila bahan baku minyak yang digunakan
merupakan minyak yang telah diproses (refined
fatty oil) dengan kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, maka proses
esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan terhadap minyak
tersebut. Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:
- Pencampuran katalis alkalin
(umumnya sodium hidroksida atau potassium hidroksida) dengan alkohol
(umumnya methanol). Konsentrasi alkalin yang digunakan bervariasi antara
0.5 - 1 wt % terhadap massa minyak. Sedangkan alkohol diset pada rasio
molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.
- Pencampuran alkohol+alkalin
dengan minyak di dalam wadah yang dijaga pada temperatur tertentu (sekitar
40 - 60oC) dan dilengkapi dengan pengaduk (baik magnetik
ataupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (umumnya pada 600
rpm-putaran permenit). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan
terjadinya reaksi methanolisis secara menyeluruh di dalam campuran. Reaksi
methanolisis ini dilakukan sekitar 1-2 jam.
- Setelah reaksi methanolisis
berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa di dalam
campuran akan mengakibatkan separasi antara metil ester dan gliserol.
Metil ester dipisahkan dari gliserol dengan teknik separasi gravitasi.
- Metil ester yang notabene
biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk
memisahkan zat-zat pengotor seperti methanol, sisa katalis alkalin,
gliserol, dan sabun-sabun (soaps).
Lebih tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip
separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah sedangkan metil
ester di bagian atas.
b. Proses Transesterifikasi dengan Katalis
Biologis (biocatalyst)
Beberapa kritik yang ditujukan terhadap
proses transesterifikasi kimiawi adalah tingginya konsumsi energi proses serta
masih terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam metil ester, seperti (mono, di)
gliserida, gliserol, air, dan katalis alkalin yang dipergunakan. Pemurnian
metil ester terhadap senyawa-senyawa pengotor tersebut memerlukan tambahan
energi dan material dalam proses transesterifikasi minyak menjadi biodiesel.
Salis dkk. (2005) mengajukan teknik
katalisasi biologis (biocatalysis) untuk memproduksi biodiesel, oleic acid
alkyl ester (dalam hal ini butil oleat), dari triolein menggunakan beberapa
macam katalis biologis, yakni Candida Antarctica B, Rizhomucor Miehei, dan
Pseudomonas Cepacia. Karena mahalnya harga katalis biologis dibandingkan
katalis kimiawi, maka penggunaan katalis biologis tersebut dilakukan dengan
cara immobilisasi pada katalis. Teknik ini sekaligus memungkinkan dilakukannya
proses kontinyu dalam produksi biodiesel. Dari hasil pengujian yang dilakukan
Salis dkk. (2005), ditemukan bahwa Pseudomonas Cepacia merupakan katalis
biologis yang paling baik dalam menghasilkan 100% butil oleat (oleic acid ethyl
ester) dalam waktu 6 jam. Temperatur optimum reaksi ini adalah 40 oC.
c. Proses Transesterifikasi Tanpa Katalis
Han dkk (2005), melakukan proses
transesterifikasi pada minyak kedelai (soybean oil) menggunakan methanol
superkritik dan co-solvent CO2. Tidak adanya katalis pada proses ini
memberikan keuntungan tidak diperlukannya proses purifikasi metil ester
terhadap katalis yang biasanya terikut pada produk proses transesterifikasi
konvensional menggunakan katalis asam/basa. Han dkk (2005), melakukan perbaikan
pada proses transesterifikasi menggunakan methanol superkritik dengan
menambahkan co-solvent CO2 yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dan
temperatur operasi proses transesterifikasi. Hal ini berkorelasi langsung pada
lebih rendahnya energi yang diperlukan dalam proses transesterifikasi
menggunakan methanol superkritik. Namun demikian, temperatur yang terlibat
dalam proses yang dilakukan Han dkk (2005) masih cukup tinggi, yakni sekitar
280oC.
Reaksi kimia proses transesterifikasi tri glyceride menjadi metil ester dengan
alkohol sebagai senyawa pengesterifikasi, adalah sebagai berikut:
2.3 Pembuatan Metil Ester Skala Industri
Saat ini pengembangan produk biodiesel
lebih diarahkan pada bentuk metil ester. Dalam bentuk metil ester maka berat molekul,
titik beku, titik didih, dan viskositas minyak akan menjadi lebih rendah. Di
samping itu senyawa gliserol yang merupakan produk samping hasil degradasi
minyak tumbuhan dapat dipisahkan pada proses pembuatan biodiesel, sehingga
dapat mengurangi terbentuknya deposit pada mesin.
Produksi biodiesel dapat dilakukan melalui
transesterifikasi minyak sawit (CPO) dengan metanol ataupun esterifikasi
langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak sawit dengan metanol. Namun,
transesterifikasi lebih intensif dikembangkan, karena proses ini lebih efisien
dan ekonomis. Transesterifikasi dilakukan antara minyak yang terdiri dari
molekul-molekul trigliserida dengan metanol.
Katalis dimanfaatkan untuk mempercepat
suatu reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi. Katalis yang biasa
digunakan pada reaksi ini adalah natrium hidroksida atau kalium hidroksida
dimana senyawa ini dapat langsung dicampur dengan methanol.
Produk samping pada proses pembuatan
biodiesel berupa gliserol. Gliserol yang dihasilkan mengandung katalis yang
tidak terpakai dan sabun. Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan
asam membentuk garam dan dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor.
Gliserol yang diperoleh biasanya memiliki kemurnian sekitar 80-88% dan dapat
dijual sebagai gliserol kotor.
Biodiesel dibuat
dengan mereaksikan Crude Palm Oil (CPO) dengan methanol atau etanol melalui
reaksi esterifikasi dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis menjadi
senyawa Ester dengan produk samping gliserin. Pada saat ini gliserin juga
merupakan produk dengan harga jual yang cukup tinggi.
Proses pembuatan biodiesel dari CPO
dilangsungkan dalam beberapa tahapan proses. Tahap ini dimulai dari tahap
penyiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pencucian ester serta recovery
metanol dan pemurnian gliserol.
a. Penyiapan Bahan Baku
Kualitas produk yang baik dengan kemurnian
tinggi diperoleh dengan melakukan penyiapan CPO sebagai bahan baku yaitu dengan
cara degumming dan netralisasi. Degumming dilakukan untuk memisahkan posfatida
(gum), protein dan karbohidrat (bahan non gliserida) yang terdapat pada CPO,
dilanjutkan dengan proses netralisasi menggunakan alkali untuk mengurangi
kandungan asam lemak bebas.
Minyak sawit dipanaskan sampai suhu 70°C
menggunakan heater. Asam posfat 85% sebanyak 0.05-0.2% dari CPO ditambahkan ke
dalam crude oil yang telah dipanaskan di dalam tangki pencampur untuk
menghasilkan posfatida non hidratable (Hui, 1996). Air ditambahkan ke dalam
tangki pencampur untuk membentuk gum. Keluaran dari tangki pencampur di
centrifugasi untuk memisahkan minyak dari campuran gum-air. Dengan menggunakan
separator gum dipisahkan dari air. Minyak yang telah di degumming dialirkan ke
tangki netralisasi. Larutan NaOH 8% sebanyak 0.1% dari CPO dimasukkan ke dalam
tangki netralisasi dengan tujuan mengurangi kandungan asam lemak bebas dalam
minyak hasil degumming menjadi sabun yang tidak larut dalam minyak. Proses ini
diikuti dengan penambahan air pencuci untuk melarutkan menghasilkan sabun yang
kemudian dipisahkan dari minyak dengan centrifuge. Aliran keluar centrifuge
dialirkan ke vacuum dryer untuk menghilangkan air yang tersisa dalam minyak.
Minyak yang telah di degumming dan netralisasi dialirkan ke dalam surge tank
untuk didinginkan.
b. Proses Transesterifikasi dengan Katalis
Basa
Pada proses pembuatan metil ester ini katalis yang digunakan
adalah katalis basa, dengan pertimbangan :
- Reaksi berlangsung pada
temperatur dan tekanan yang rendah
- Menghasilkan konversi yang
tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan terjadinya reaksi samping minimal
- Konversi langsung menjadi
biodiesel tanpa tahap intermediate
- Tidak memerlukan konstruksi
peralatan yang mahal
Refined oil dialirkan ke dalam CSTR 1 pada
suhu 65ºC. Ke dalam reaktor ditambahkan 100% excees metanol dan sejumlah
katalis sodium hidroksida. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan
metanol terjadi dengan adanya katalis sodium hidroksida membentuk metil ester
(biodiesel dan gliserol) dan juga produk samping. Asam lemak bebas yang masih
tersisa dari proses netralisasi bereaksi dengan sodium hidroksida membentuk
sabun dan metanol. Hasil reaksi di CSTR 1 dipisahkan dengan dekanter menjadi
fasa gliserol (gliserol, metanol, sodium hidroksida, sabun) dan fasa ester
(metil ester, minyak yang tidak bereaksi, metanol, sabun). Fasa ester masuk ke
CSTR 2 dan fasa gliserol dialirkan ke tangki penampung. Proses yang sama
terjadi dalam CSTR 2 dan dekanter 2, penggunaan 100% metanol berlebih
berdasarkan jumlah trigliserida yang tidak bereaksi. Fasa ester dari dekanter 2
dialirkan ke bagian pencucian ester dan fasa gliserol dialirkan ke tangki penampung.
c. Pencucian Ester
Impuritis yang terdapat dalam fasa ester
antara lain metanol, sabun dan gliserol harus dipisahkan dari metil ester. Hal
ini dilakukan dengan pencucian fasa ester menggunakan air hangat dalam kolom
pencuci. Aliran bawah kolom pencuci dialirkan ke tangki penampung dan aliran
ester dialirkan ke settler tank. Aliran ester dikeringkan menggunaka dryer
untuk menghilangkan kandungan airnya.
d. Recovery Metanol dan Gliserol Refining
Fasa gliserol dari tangki penampung
dipanaskan sampai titik didih metanol (65°C) menggunakan heater. Metanol di
stripping menggunakan steam super heated dalam stripper gliserol-alkohol. Uap
jenuh metanol dan steam diumpankan ke kolom distillasi untuk merecovery uap
metanol murni sebagai distillat. Uap metanol dikondensasikan di kondenser dan
dialirkan ke tangki penampung. Produk bawah distillasi mengandung steam yang
dikondensasikan berupa air jenuh dan alkohol sisa.
Gliserol panas dari aliran bawah stripper dialirkan ke gliserol
hold tank. Crude gliserol dari hold tank dicampur dengan larutan HCl didalam
reaktor asidulasi. Katalis sodium hidroksida bereaksi dengan HCl membentuk NaCl
dan air. Sabun yang terkandung dalam aliran ini bereaksi dengan HCl membentuk
asam lemak bebas dan NaCl. Dengan dekanter produk gliserol dipisahkan dari asam
lemak bebas dan impuritis lainnya.
2.4 Keunggulan Metil Ester
Metil ester
banyak digunakan karena beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut :
- Rendah konsumsi energi;
Produksi Metil ester membutuhkan suhu dan tekanan reactor yang lebih
rendah dibandingkan dengan pemisahan minyak dan lemak untuk memperoleh
asam lemak.
- Peralatan murah; Metil ester
bersifat tidak korosif dan dapat dihasilkan / diproduksi pada kondisi
operasi (T & P) rendah, dan dapat menggunakan peralatan carbon steel,
sedangkan asam lemak bersifat korosif dan membutuhkan peralatan stainless
steel yang mahal.
- Lebih banyak mengandung
gliserin (produk samping); Transesterifikasi adalah reaksi kering dan
yield gliserin yang terkandung lebih banyak, sedangkan pemisahan lemak
menghasilkan gliserin dengan kadar air lebih dari 80%, sehingga butuh
energi besar untuk proses recovery-nya.
- Lebih mudah untuk dipisahkan;
Ester lebih mudah untuk didistilasi karena ester mempunyai titik didih
yang lebih rendah dan panas yang lebih stabil dibandingkan dengan asam
lemak.
- Lebih baik digunakan pada
berbagai penerapan; Untuk menghasilkan alkohol amida, ester dapat
menghasilkan super amida dengan kemurnian mencapai 90%, sedangkan asam
lemak hanya menghasilkan amida dengan kemurnian 65% - 70%.
Halo bang, saya mau bertanya. Patent yang anda gunakan boleh dicantumkan?
ReplyDelete